Rabu, 28 Agustus 2019

LPK CITRA Mandiri TEMUKAN TRANSAKSI GANTI RUGI TANAH TANPA SURAT DASAR DI KELURAHAN AIR JAMBAN, KECAMATAN MANDAU

Duri (28/08), Peristiwa itu bermula pada tahun 1978, Pada tahun 1978 tersebut Mustafa menjual tanahnya kepada Ibrahim tanpa surat dasar kemudian dibuatlah perjanjian jual belinya diatas segel dengan judul besarnya " SURAT GANTI RUGI TANAH " dan jual beli itulah yang langsung dijadikan " DASAR SURAT " tanpa ada surat dasar atas nama Mustafa sebelum dijual, dan surat ganti rugi tanah tersebut juga tanpa adanya register oleh Penghulu atau Desa Air Jamban pada masa itu, padahal menurut Pasal 7 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH dengan tegas menyatakan sbb :
Untuk menyelenggarakan tata-usaha pendaftaran tanah oleh Kantor Pendaftaran Tanah diadakan :

a. daftar tanah
b. daftar nama
c. daftar buku-tanah
d. daftar surat-ukur.

Dan isi surat yang bertentangan dengan peraturan tersebut hanya menjelaskan panjang kali lebar tanah saja namun tidak menjelaskan ukuran dengan batas sempadan disebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur tanah tersebut, kemudian memuat nama2 saksi sempadan akan tetapi saksi sempadan tidak dilibatkan dan tidak membubuhkan tanda tangan dalam surat transaksi ganti rugi itu, selain itu isi surat tersebut juga tidak menyebutkan RT dan RW lokasi tanah, dan yang disebutkan hanyalah bahwa tanah itu terletak di Kepenghuluan Air Jamban saja, dan berdasarkan isi surat tersebut yang dapat kami fahami  bahwa surat diatas segel tersebut hanyalah perjanjian jual beli saja dan bukan surat tanah sebagaimana lazimnya yang telah dibukukan dan di register oleh kantor Desa/Kelurahan atau instansi berwenang
Singkat cerita Ibrahim menjual lagi kepada kepada H. Jhoni Achmad dan dibuatlah Akta Jual Beli (AJB) nya pada tanggal 22 Nopember 1980 kemudian tanah yang sudah dibeli Jhoni Achmad itu separohnya ia dijual lagi kepada adiknya Akhmad Sayuti juga dengan Akta Jual Beli (AJB) pada tanggal 17 Desember 1980 lalu
Anehnya transaksi ganti rugi selama ini tidak jelas karena tidak menyebutkan lokasi pastinya dan transaksinya cuma diatas kertas dan dari surat jual beli ke akta jual beli saja tanpa ada surat tanah dari pemilik2 sebelumnya dan atas akta jual beli tersebut kemudian pada tahun 2001 Akhmad Sayuti mencari lokasi tanahnya, dan dilapangan tertujulah mata yang bersangkutan ke satu bidang tanah yang sudah dimiliki Dasril secara sah dan terregister, lalu Sayuti pun mengukur tanah Dasril tersebut namun Dasril tak menyerah begitu saja, kemudian pada tahun 2005 Sayuti beserta RT dan pihak Kelurahan Air Jamban Zainuddin dan Kasmari kembali melakukan pengukuran ulang, namun hingga saat ini Dasril masih tetap bertahan namun belakangan ini karena Dasril sering mendapat ancaman akan dipolisikan, dan karena tidak mendapatkan kepastian hukum atas transaksi ganti rugi dan jasa penerbitan surat tanahnya tersebut akhirnya Dasril melapor ke LPK CITRA Mandiri
Setelah laporan Pengadu diterima Pak Agoes langsung menurunkan timnya guna melakukan proses tindak lanjut dan menemui para pihak yang berkaitan dengan proses ganti rugi masing2 pihak dan meskipun yang berkaitan dengan transaksi tersebut sudah beberapa orang diantaranya telah wafat namun berdasarkan penelusuran, pihak LPKCM telah berhasil mendapatkan keterangan hingga ke pemilik pertama yaitu penebas tumbang tanah tersebut dari batas sempadan sebelah Utara, Selatan, Barat dan sebelah Timur tanah Dasril tersebut " insya Allah dalam sepekan ini akan kami sampaikan dalam laporan dan akan dibacakan dalam pertemuan dengan semua pihak termasuk Pemerintah Kelurahan Air Jamban dan Pemerintah Kecamatan Mandau " tutur Pak Agoes. (Tim Publikasi)

Minggu, 25 Agustus 2019

TAK BERITIKAD BAIK DAN DISKRIMINASI KONSUMEN, LPK CITRA Mandiri AKAN PIDANAKAN PT. SMS FINANCE CABANG DURI


Duri (26/08), Rencana pempidanaan ini telah diperintahkan Pak Agoes kepada Kepala Bagian Penindakan Safitri, SH dengan tuntutan " pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) " sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 Ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan :

" Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) ".

Sebab dalam hal ini Perusahaan tersebut diduga telah sengaja melanggar beberapa Pasal UUPK tersebut dalam bertransaksi tutur Pak Agoes

Safitri, SH juga membenarkan hal tersebut dan dirinya telah mendatangi perusahaan tersebut guna memberikan permintaan klarifikasi melalui surat resmi dengan nomor : 022/LPK-CM/22/V/2019 tanggal 22 Mei 2019, dan pada saat pertemuan itu, Kacab perusahaan tersebut berjanji akan menyelesai permasalahan dengan konsumen secepat mungkin, namun setelah ditangani oleh bagian Litigasi Tama Sihombing hingga saat ini tidak ada kejelasan dan terkesan menghindar dan oleh sebab itu kami akan buat laporan polisinya imbuh Fitri

Berikut inti bunyi surat permintaan klarifikasi yang telah mereka terima tersebut sebagai berikut :

1) Menurut pengakuan Pengadu bahwa antara dirinya dengan perusahaan saudara (kreditur) tidak pernah menanda tangani atau membuat akta perjanjian fidusia secara berhadap hadapan di notaris manapun

2) Menurut pengakuan Pengadu bahwa pada bulan Oktober 2018 lau karyawan saudara yang bernama Hamdan mendatangi rumah Pengadu kemudian mengutarakan keinginannya untuk memakai mobil kijang inova dengan merk/type : Toyota Grand New BM : 1715 DE milik Pengadu tersebut dengan alasan untuk proyek tol, dan ketika itu Pengadu berkeberatan dan memberi alasan “bagaimana dengan angsuran bulanan mobil saya tuturnya bertanya” kemudian dijawab oleh Hamdan “ tidak usah kawatir, bulanannya kami yang bayar dan ini sudah persetujuan kantor jawabnya “ dan setelah pembicaraan selesai Pengadu pun percaya sebab proses pembelian mobilnya tersebut melalui karyawan saudara itu juga, maka diantarlah mobil kerumah karyawan saudara tersebut

3) Selama 3 bulan pemakaian, proses pembayaran ansuran mobil tersebut berjalan lancar namun seterusnya tidak ada lagi kontak dan ketika setiap kali dihubungi nomor karyawan saudara tersebut selalu tidak aktif, kemudian pada bulan April 2019 karyawan saudara berjumlah 4 orang dan salah satu diantara mereka bernama Adhan Pertama mendatangi rumah Pengadu guna memberikan kopian sertifikat jaminan fidusia beserta surat somasi dan pada saat itulah Pengadu baru mengetahui sertifikatjaminan fidusia tersebut

4) Pada tanggal 23 April 2019 Pengadu menerima surat yang diantar oleh petugas kantor pos dan pada intinya isi surat tersebut adalah pemberitahuan perihal pelunasan hutang dan pemberitahuan bahwa mobil Pengadu sudah ditarik oleh perusahaan saudara

5) Dan Pengadu merasa heran sebab selama ini sebelum mobilnya dipakai oleh karyawan saudara, Pengadu tidak pernah mengalami tunggakan namun sebagai konsumen yang beritikad baik Pengadupun telah mendatangi kantor perusahaan saudara dan meminta agar mobilnya dikembalikan anehnya ketika Pengadu menanyakan tentang keberadaan lokasi kendaraannya, 2 orang karyawan saudara pada saat itu memberikan keterangan yang simpang siur, yang satu mengatakan unit Pengadu tersebut di Medan dan yang satu lagi mengatakan di Pekanbaru. (TIM Publikasi)

Kamis, 08 Agustus 2019

TERBONGKAR...! OKNUM POLISI POLSEK PINGGIR DUDUKI PULUHAN HEKTAR LAHAN WARGA DIDUGA GUNAKAN SURAT PALSU


Duri (08/08), Lurah Pematang Pudu menyebutkan bahwa terbitnya surat tanah a/n. Benny Artony Nainggolan dan Nursita Nainggolan berdasarkan SK Bupati Nomor : 010/PEMDES/1998 Tentang Batas wilayah antara Desa Petani dengan Kelurahan Pematang Pudu, namun setelah dilakukan check TKP atas laporan Mariana dengan nomor : STPL / 83 / II / 2019 / SPKT / RIAU Tanggal 11 Februari 2019 lalu, ternyata SURAT TANAH A/N BENNY ARTONY NAINGGOLAN DAN NURSITA NAINGGOLAN TIDAK SAMA DENGAN FAKTA DILAPANGAN, baik dari segi wilayah, tata letak, batas dan luas maupun saksi-sakai sempadan dalam surat tersebut tidak satupun yang cocok dengan TKP

Sebab menurut bunyi SK Bupati Nomor : 010/PEMDES/1998 tersebut sebagai berikut :

" Pada titik KM 9 jalan Rangau menuju GS Ampuh Field arah ke Barat melalui Bagan Sindu dan seterusnya mengikuti jalan PT. CPI arah ke Barat, sebelah Utara masuk Wilayah Desa Petani dan sebelah Selatan masuk Wilayah Kelurahan Pematang Pudu "

Surat tersebut diduga palsu karena tidak sama dengan obyeknya, berdasarkan keterangan Bakhtiar selaku Ketua RT. IV RW. III Desa Buluh Manis menyebutkan bahwa lokasi obyek surat Benny Artony Nainggolan dan Nursita Nainggolan tersebut berada disebelah Selatan, RT. 05 RW. 12 Kelurahan Pematang Pudu, sementara lokasi TKP atas tanah milik Mariana, Zulkarnain Panjaitan dan Warga Suku Sakai Jembatan II tersebut berada disebelah Utara RT. IV RW. III yaitu wilayah Desa Petani ( lihat google map ) yang saat ini sudah dimekarkan menjadi Desa Buluh Manis pada tahun 2012 lalu tuturnya, selain itu secara keseluruhan luas tanah ke 6 persil surat a/n. Benny Artony dan Nursita Nainggolan tersebut hanyalah 12 hektar sementara tanah warga yang mereka kuasai seluas 40 hektar

Berdasarkan laporan atas temuan LPK CITRA Mandiri sebelumnya menyebutkan :

" Selain tata letak, batas, luas maupun saksi-saksi sempadan yang tidak satupun sesuai TKP dimaksud, ke 6 persil surat tanah Terlapor tersebut juga terbit tanpa KTP pemilik dan KTP saksi2 sempadan, tanpa surat keterangan ahli waris (pemilik alm), serta tanpa surat dasar dan diterbitkan pada tanggal 1 Nopember 2013 yaitu setelah pemekaran Desa Petani menjadi Desa Buluh Manis pada tahun 2012 lalu, maka acuan Lurah Pematang Pudu dalam menerbitkan surat2 tersebut semestinya bukanlah SK Bupati Nomor : 010/PEMDES/1998 akan tetapi Perda Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Pemekaran Desa, namun meskipun demikian baik berdasarkan SK Bupati 1998 maupun berdasarkan Perda Nomor 15 Tahun 2012 tersebut secara tegas sudah menyatakan bahwa surat Terlapor tidak sesuai TKP dan diduga palsu sebab isi atau uraian dalam surat tersebut bukan semestinya (tidak benar) ". (TIM Publikasi)